Langsung ke konten utama

Satir Tipis-Tipis



Tuhan hilang dalam riuh kota yang ramai.
Ia memilih menelusuri jalanan desa yang hening dan lebat pohonnya. 
Tidak ada aspal yang panas, debu-debu yang terbang, suara klakson memburu, atau sekedar peluh-peluh pemulung nasib yang jatuh pada tanah yang gersang.

Tuhan enggan menyapa orang-orang yang keluar masuk rumah sakit, dicolok-colok hidungnya, dicatat-catat namanya, dihitung-hitung jumlahnya. 
Tiap hari, tiap bulan, tiap tahun. 

Tuhan juga malas menerka setiap doa yang terbisik dari mereka yang dengan pongah membuang plastik ke pantai.
Hingga ratusan hiu, lumba-lumba, atau penyu tersedak dan memilih bunuh diri. Laut-laut akan marah, mereka harus berlomba mengubur ikan-ikan penghasil 'fitoplankton' itu demi menjaga ekosistem.


Tuhan juga risih menyaksikan hutan-hutan dihancurkan demi pembangunan, yang, ah mantaaap.. *slebew

Tuhan bahkan malas menyaksikan ributnya suasana 'meeting kejar target' para pekerja lepas yang dibayar murah oleh perusahaan agensi. 

Tuhan memilih bungkam, seperti Densas yang ditembak mati oleh keadilan yang tumbang. Bungkam seperti rinai gerimis pagi yang menyusutkan energi para 'kaum rebahan', dan bungkam seperti persatuan bangsa-bangsa mendengar mesiu di Ukraina
Terbungkam seperti krisis migas di Eropa sehingga berharap perpanjangan projek migas North Stream 2 dari Rusia, oh persetan Ukraina. 

Namun, hunjamkanlah kami dalam keniscayaan. 
Niscaya seperti dalam deru mesin pipa PT Pam Jaya akan terpancar air yang bersih dan merata.
Niscaya bahwa dua kali periode tidaklah cukup untuk meneruskan program nasional. 
Niscaya bahwa masih ada penimbun minyak goreng yang mau menjualnya dengan murah. Niscaya bahwa akan ada ketenangan bagi para introvert di pusat keramaian. 
Niscaya akan ada tragedi dalam komedi. 

*Bib..
*Bib..
A...ku

Hi..lang si...nyal.

*Bib..

Dan juga percaya, meski seringkali Tuhan hilang dalam beriak ombak, dan dalam denyut nadi yang cepat seperti serangan panik; Ia melekat kuat.

*Bib..


Sehabis Sembahyang,


Bogor, 18 Maret 2022

Postingan populer dari blog ini

#OpiniRakyat Apa Mulai Dibatasi?

  Musabab tulisan ini tidak diperkenankan di upload oleh Ins**g*m, berkali-kali diunggah tapi gagal, dengan alasan adanya tagar opini rakyat, maka kita abadikan di sini saja.. "Anjirlah dibego-in negara lagi!" Celetuk kita di dalam hati, ketika membaca berita harian di sosmed. Makin hari, negara ini makin lucu ya? Mulai dari kebijakan-kebijakan ambisius yang penerapannya kurang jelas, korupsi, monopoli kekuasaan, sampai pada penindasan terhadap kebebasan berekspresi.  Kita bahkan sangsi, apakah nanti anak cucu kita masih akan mengalami keterpurukan semacam ini atau tidak. Yang jelas, negara telah menjanjikan kedaulatan dan kesejahteraan. Namun, dalam penerapannya, justru membuat rakyat hancur berkeping. Kenapa ya, dalam setiap rezim pemerintahan ini selalu terjadi? Gue jadi ingat sama pemikiran ahli logika modern, Bertrand Russel, tentang kepercayaan diri. Seseorang yang bodoh akan selalu percaya diri, sedangkan orang yang cerdas akan selalu ragu. Jika keduanya diberikan keku...

Yaje Buana

Denting jam terus berbunyi. Suara bising itu melengang. Deru mesin tik yang terus berbunyi kian lama kian mereda. Lembaran kertas usang berserakan di atas meja. Lenguh suara nafasnya mulai menderu. Ada raut kegelisahan pada air mukanya. Perlahan-lahan coretan demi coretan itu terus terseka pada kertas itu, semakin lama semakin penuh. Tak lama, ia berjingkat dari kursi kantornya. Kemudian berputar arah. Dari sudut yang lain, datang seorang perempuan menghampirinya. “Strategi pemulihan kota? Hahahaha!” Ucapnya sembari menjumput selembar dari kertas yang bersebaran itu. Tampak pada raut wajahnya sebuah ekspresi geli namun ada sedikit rasa iba pada sudut matanya. “Tak habis pikir, Pusara Wanta, seorang Kepala Bagian Perumusan Kerakyatan negara ini mulai kebingungan mencari cara.” Perempuan itu menghampirinya selangkah demi selangkah. Menyandingkan dirinya pada tubuh kekar berkemeja yang mulai lusuh itu. Pusara yang tengah membawa segelas kopi arabika membalikkan tubuhnya pad...

Jikalau Rindu Kadaluarsa

Entah dalam konteks apa, kepalaku tiba-tiba menangkap sinyal yang tak biasa. Seperti ingin mencari-cari hal yang telah hilang, atau sekedar mengorek sesuatu yang telah usang terkubur, kepalaku hingar menemukan pertanyaan yang cukup aneh. "Akankah rindu akan kadaluarsa?" Ya, memang terdengar seperti remaja labil yang sibuk melucuti kebodohannya sendiri dalam romantisme cinta monyet.  Terdengar seperti bayangan semu yang digurat secara sengaja, cinta monyet dan romantisme remaja itu seringkali membawanya pada rindu yang enggan berkesudahan, katanya.  Meskipun, tedeng alih seperti romantika teenlit khas generasi akhir 90-an, rindu yang jatuh pada keningku, mungkin mampu dirasakan oleh semua makhluk. Benar saja, sebab ini bukan sembarang rindu, tetapi rindu yang telah digariskan. Seperti garis nadi yang diciptakan melingkar pada tangan, rindu bisa saja jatuh dalam takdir yang sama. Seakan-akan terlihat tidak mampu ditolak, atau diacuhkan begitu saja. Rindu menjelma seperti rina...