Tuhan hilang dalam riuh kota yang ramai. Ia memilih menelusuri jalanan desa yang hening dan lebat pohonnya. Tidak ada aspal yang panas, debu-debu yang terbang, suara klakson memburu, atau sekedar peluh-peluh pemulung nasib yang jatuh pada tanah yang gersang. Tuhan enggan menyapa orang-orang yang keluar masuk rumah sakit, dicolok-colok hidungnya, dicatat-catat namanya, dihitung-hitung jumlahnya. Tiap hari, tiap bulan, tiap tahun. Tuhan juga malas menerka setiap doa yang terbisik dari mereka yang dengan pongah membuang plastik ke pantai. Hingga ratusan hiu, lumba-lumba, atau penyu tersedak dan memilih bunuh diri. Laut-laut akan marah, mereka harus berlomba mengubur ikan-ikan penghasil 'fitoplankton' itu demi menjaga ekosistem. Tuhan juga risih menyaksikan hutan-hutan dihancurkan demi pembangunan, yang, ah mantaaap.. *slebew Tuhan bahkan malas menyaksikan ributnya suasana 'meeting kejar target' para pekerja lepas yang dibayar murah oleh perusahaan agensi...
Hidup ini adalah goresan yang tak selesai.