Kepada kecup pertama di bulan September; Seperti peraduan kata-kata yang lainnya, kini usai sudah cerita yang lama tidak diselesaikan itu. Terus berlanjut dan mangkrak enggan berkesudahan. Akhirnya ia melenyapkan diri, meski ada sisanya; engkau masih bisa disentuh dalam panjaitan doa yang lain. Namun, cerita tentangmu sudah benar-benar diselesaikan. Ingin rasanya, separuh hati yang tersisa melompat keluar dari dada. Binar dan tawa masih tersudut hingga ketika malam itu bergemuruh menemui tanggal satu, aku dijatuhkan lagi. Sedia jatuh dalam cinta, pun telah bersiap untuk menjatuhkan kecewa. Manis dan halus tuturmu. Hangat dan penuh dekap. Satir dan penuh sindir. Saat itu, aku benar-benar melihat diriku dari versi yang berbeda. Engkau selalu ngesah tentang keberanian, bahkan dari sejak percakapan pertama kita lima tahun lalu ada dari bagian telingaku yang membisik bahwa engkau akan hadir mengisi hari-hari. Dan pada saat kali pertama engkau menyalami, aku sudah hilang termakan buai. ...
Hidup ini adalah goresan yang tak selesai.