Entahlah, lagi-lagi aroma kembali menyudutkanku pada memori-memori usang yang bahkan telah dikubur dalam-dalam. Aroma seperti genderang yang membangunkan seluruh penduduk yang tidur, dan seperti angin muson Timur yang memanggil puluhan nelayan untuk berlayar. Aroma menyeruak seakan berjuta neuron dalam otak bersatu padu menguak 'sebendel' dokumen di laci-laci memori. Sesaat setelah kubuka kain goni berisi kopi ini, aroma yang tak asing menghampiri. Betapa hingar, aroma Papua Wamena ini menyeruak pelan. Bebungaan dan citrus memapas hidungku. Rasa masam dan pahit yang kukenali, telah memenuhi langit-langit mulut. Ia mengingatkanku kepada novel-novel fiksi, cat-cat akrilik, puluhan buku-buku tua, serta puisi-puisi yang berserakan. Aroma tak asing ini juga membawaku kepada dengan riang kulukisi dinding-dinding lapuk itu hingga penuh, kembali terlintas idealisme-idealisme usang yang dengan teguh kudekapi. Aroma yang tak asing ini seakan membawaku kepada diriku yang me...
Hidup ini adalah goresan yang tak selesai.