Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April 29, 2018

Surat dari Kakak pada Adiknya

Teruntuk adik-adik perempuanku,  semoga kalian membaca surel ini dari rumah.. Berpuluh-puluh kilometer jarak tangan ini kembali berpelukan dengan udara Jarak yang jauh, serta rindu yang semakin riuh Sengaja ku kirimkan sebuah tulisan hangat dari jemari yang giat mengetik ini kepada kedua adikku yang jauh di pelupuk mata  Dari sana, Dik, aku mengerti betapa kelam dunia di perantauan. Ingin sedikitnya aku bercerita, ketika kelam malam membasuh tubuh ini. Seringkali aku kelimpungan dan seperti hendak jatuh. Ada kuasa dalam diriku yang seperti tidak mau dipaksakan untuk tenang dan diam.  Tepatnya adalah hati. Ia seperti gaduh dan hendak copot. Seringkali pula pada siang hari, aku merasa sendiri dalam keramaian. Sendiri dalam butiran peluh setiap kali aku hendak menyebrangi batas diriku sendiri. Aku seperti kelimpungan dan kehilangan arah. Tidak ada pedoman, maupun acuan yang jelas bagaimana dayaku harus berpijak. Sebab aku sendiri di sini, tanpa du...

Simposium Kereta: Putri Padi dan Petani

"Plaak!" Telapak tangan hangat yang selalu kurindukan itu menghantam pipi kiriku. Lantas ia mengepal. Seperti ada raut sesal dari pendar punggung tangannya. Diam dan menciut. Redam namun membara. Dalam sela-sela penyesalan itu, ada berjuta ladang padi yang terhisap habis oleh kemarau. Memberangus dengan perlahan, tak sejuk lagi. Wajahku. Dengan sisa sakit tamparan itu, aku diam memandanginya dengan geram. Gulita bersemayam. Aku tak kuasa, air mata itu kemuncak lepas meleleh. Berharap sesaat air mata mencoba menyejukkan ladang padi yang tandus itu. "Aku benar-benar sudah tak mengenalimu." Isak mulai cair, ludah yang kutelan mulai terasa pahit. Gelap dan tandus. Ia meraih tubuhku, berusaha mencari celah untuk mendekap. Pendar sesal itu ikut meluap dalam bibirnya. Seperti luberan air yang membludak keluar dari dalam belanga yang penuh. Ia kwalahan, ladang padi itu sudah berubah menjadi hamparan tanah yang kering dan retak.  "Maafkan aku." Ia te...