Langsung ke konten utama

Cara Curhat Paling Keren

Di batu penghabisan ke Huesca
Batas terakhir dari kebanggaan kita
Kenanglah, sayang
Dengan mesra

Kau dibayangkan
Di sisiku 
Ada

Dan jika untung
Malang akan terhampar
Aku yang terkubur dangkal di sana
Ingatlah sebisamu,
Segala yang indah dan cintaku yang kekal

Sebuah Puisi dari John Conford berjudul Huesca. Sebuah puisi yang dituliskan sebelum terjadinya Perang Saudara Spanyol pada tahun 1936. Puisi cinta di ambang pertempuran untuk merebutkan Kota Huesca. Puisi ini diterjemahkan oleh Chairil Anwar, salah satu sastrawan cinta dan penyayat hati yang patah.
Sangat berbeda dengan jaman sekarang, ya? Baru dighosting saja sudah menjerit dalam dada. Tapi memang, dighosting itu nyebelin sih.

ANYWAY...


Berbicara mengenai jatuh cinta, aku sedang. Meski aku mengerti suatu yang dijatuhkan pasti akan menyakitkan juga. Menjumpai pertemuan kan sama saja mempersilahkan perpisahan untuk singgah bukan? Tapi lagi-lagi, rasanya memang membahagiakan. Persis seperti dahaga Putri Padi yang dijemput oleh rintik hujan. Sudah tak perlu memutar musik-musik romantis seperti The Way You Look milik Frank Sinatra atau bahkan lagu asyiknya Maliq & D'Essentials yang berjudul Pilihanku.

Mau kah kau tuk
Menjadi pilihanku?
Menjadi yang terakhir dalam hidupku..

Asyik! Hahaha. Meski Plato sering mengaitkan persoalan jatuh cinta dengan pernyataannya yang romantis.

"Ada pun kegilaan Ilahi kita telah membedakan empat bentuk, masing-masing dari kegilaan ini terarah kepada yang Ilahi"

Jatuh cinta mewujudkan suatu frasa "kegilaan Ilahi" yang cukup serius dan ambigu. Ambiguitas ini memunculkan suatu sekat makna bagiku yaitu jatuh cinta, jatuh hati, dan mencintai. Cinta adalah sebuah kenyataan yang universal. Maka dari itu sudah barang tentu bahwa maknanya ialah tidak ada permusuhan dan juga relasi yang tidak diwarnai dengan kebencian. Mencintai merujuk suatu perilaku timbal-balik pada intensitas dan kontinuitas pengalaman jatuh hati. Seperti halnya, pertemuan yang terus menerus dan berkelanjutan. Lalu apa sebenarnya jatuh hati? Jatuh hati merupakan sebuah simbol dari awal sebuah ketertarikan. Rasa tertarik ini hadir tanpa direkayasa. Sekonyong-konyong dan tidak berprasangka. Lebih persisnya, inderawi dan juga penuh insting. Tak jarang, kita tidak bisa mengungkapkan mengapa kita bisa jatuh hati pada seseorang.. 
Kemudian, jatuh cinta? Jatuh dalam cinta merupakan sebuah pengalaman dari cinta. Rasa ketertarikan yang secara berkelanjutan tadi memberikan pengalaman seperti Eros (paham Hesiodos yang mengartikan eros sebagai akal budi). Manusia melangsungkan hidupnya dalam jatuh cinta. Hal inilah yang kemudian menjadi suatu keindahan dan energi, karena banyak hormon kebahagiaan yang kemudian dihasilkan dalam tubuh kita.

Ketiga sekat makna ini kemudian memberikan pemahaman bagiku untuk mendeskripsikan perasaan apa yang terjadi ketika suatu momen berlangsung. Tapi namanya juga teoritis, tahu apa ia pada saat kita harus berdebat? Ya, insan perindu pagi yang saling berucap di malam hari. Yang terbiasa mengucap janji supaya tidur makin nyenyak. Tahu apa jikalau perempuan dianggap selalu benar, dan laki-laki salah. Atau siapa yang harus minta maaf duluan. Eits, tunggu! Aku apriori? Aku asal bicara?
Baiklah! Mari kita breakdown satu-satu. Setelah kehadiran cinta, manusia melepaskan hormon serotonin dan hormon endorfin yang berfungsi memberikan rasa bahagia. Hal tersebut juga terjadi pada saat-saat pendekatan, eh ciye, pedekate. Kata orang mah begono... Hal-hal yang dilakukan pada saat pendekatan ini apabila dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan tentu akan menghasilkan sebuah pola dan kebiasaan. Kebiasaan inilah yang kemudian juga menghasilkan sinyal ke otak untuk menandai satu momen ke momen lainnya. Nah, apabila kebiasaan ini tidak berjalan tentu otak akan memberikan sinyal untuk memikirkan kejadiannya. Apalagi cara berpikir otak perempuan dan laki-laki berbeda. Perempuan seperti benang kusut yang saling terhubung, laki-laki seperti laci. Hal inilah yang kemudian dapat memberikan celah bagi insan perindu untuk saling menyalahkan. Beda argumenlah, terlalu menuntutlah, tidak sabaranlah, kurang perhatianlah, tidak merasa dilibatkanlah, tidak apalagi ya.. Hal tersebut juga terjadi pada saat patah hati, karena otak memproduksi hormon kortisol yang berfungsi untuk meningkatkan stres. Maka biasanya, para wanita karir menolak didekati pada saat genting karirnya hanya karena mereka malas untuk memberikan waktu patah hati. Penelitian ini menarik banget. 
Namun, penelitian dan teori hanyalah teori. Dinisaurus yang sinikal akhirnya luluh juga. Debar yang berbeda, senyum dan tingkah yang menjadi keluguan, atau juga ada kata-kata yang hanya terlontar dalam benak tanpa diucapkan. Yang manisnya, kata-kata itu terlontar dan sampai dibenaknya. Betapa manis rasanya mencintai dan cintanya disambut. Apalagi, aku tahu betul sejak pertama bertemu dengannya. Aku sudah wanti-wanti..

"Jatuh hati boleh.."
"Jatuh cinta jangan.."
"Dini, jangan jatuh cinta.."

Meski jurus-jurus yang dilakukannya termasuk pasaran dan cenderung menyebalkan. Aku luluh juga. Lagi pula dia tidak akan membaca tulisan ini, tidak peduli atau tidak ada waktu. Jadi, simpan baik-baik kalimat ini. Siap-siap saja dia! Aku akan sulit untuk dilupakan. Huahahahaha!



Dinie Wicaksani
16 Mei 2021

Postingan populer dari blog ini

#OpiniRakyat Apa Mulai Dibatasi?

  Musabab tulisan ini tidak diperkenankan di upload oleh Ins**g*m, berkali-kali diunggah tapi gagal, dengan alasan adanya tagar opini rakyat, maka kita abadikan di sini saja.. "Anjirlah dibego-in negara lagi!" Celetuk kita di dalam hati, ketika membaca berita harian di sosmed. Makin hari, negara ini makin lucu ya? Mulai dari kebijakan-kebijakan ambisius yang penerapannya kurang jelas, korupsi, monopoli kekuasaan, sampai pada penindasan terhadap kebebasan berekspresi.  Kita bahkan sangsi, apakah nanti anak cucu kita masih akan mengalami keterpurukan semacam ini atau tidak. Yang jelas, negara telah menjanjikan kedaulatan dan kesejahteraan. Namun, dalam penerapannya, justru membuat rakyat hancur berkeping. Kenapa ya, dalam setiap rezim pemerintahan ini selalu terjadi? Gue jadi ingat sama pemikiran ahli logika modern, Bertrand Russel, tentang kepercayaan diri. Seseorang yang bodoh akan selalu percaya diri, sedangkan orang yang cerdas akan selalu ragu. Jika keduanya diberikan keku...

Yaje Buana

Denting jam terus berbunyi. Suara bising itu melengang. Deru mesin tik yang terus berbunyi kian lama kian mereda. Lembaran kertas usang berserakan di atas meja. Lenguh suara nafasnya mulai menderu. Ada raut kegelisahan pada air mukanya. Perlahan-lahan coretan demi coretan itu terus terseka pada kertas itu, semakin lama semakin penuh. Tak lama, ia berjingkat dari kursi kantornya. Kemudian berputar arah. Dari sudut yang lain, datang seorang perempuan menghampirinya. “Strategi pemulihan kota? Hahahaha!” Ucapnya sembari menjumput selembar dari kertas yang bersebaran itu. Tampak pada raut wajahnya sebuah ekspresi geli namun ada sedikit rasa iba pada sudut matanya. “Tak habis pikir, Pusara Wanta, seorang Kepala Bagian Perumusan Kerakyatan negara ini mulai kebingungan mencari cara.” Perempuan itu menghampirinya selangkah demi selangkah. Menyandingkan dirinya pada tubuh kekar berkemeja yang mulai lusuh itu. Pusara yang tengah membawa segelas kopi arabika membalikkan tubuhnya pad...

Jikalau Rindu Kadaluarsa

Entah dalam konteks apa, kepalaku tiba-tiba menangkap sinyal yang tak biasa. Seperti ingin mencari-cari hal yang telah hilang, atau sekedar mengorek sesuatu yang telah usang terkubur, kepalaku hingar menemukan pertanyaan yang cukup aneh. "Akankah rindu akan kadaluarsa?" Ya, memang terdengar seperti remaja labil yang sibuk melucuti kebodohannya sendiri dalam romantisme cinta monyet.  Terdengar seperti bayangan semu yang digurat secara sengaja, cinta monyet dan romantisme remaja itu seringkali membawanya pada rindu yang enggan berkesudahan, katanya.  Meskipun, tedeng alih seperti romantika teenlit khas generasi akhir 90-an, rindu yang jatuh pada keningku, mungkin mampu dirasakan oleh semua makhluk. Benar saja, sebab ini bukan sembarang rindu, tetapi rindu yang telah digariskan. Seperti garis nadi yang diciptakan melingkar pada tangan, rindu bisa saja jatuh dalam takdir yang sama. Seakan-akan terlihat tidak mampu ditolak, atau diacuhkan begitu saja. Rindu menjelma seperti rina...