Baiklah, mulai dari sekarang pungguk tak boleh merindukan naungan langit. Jangankan untuk mendapatkan perhatian dari bulan, setidaknya ia masih mempunyai dirinya sendiri. Untuk mencintai dan dicintai. Pungguk tak boleh mengadu, ia tetap harus menjaga dirinya sendiri. Sebab ia buruk rupanya, tak berharga tahtanya. Goblok pula tingkahnya. Tak mampu menjadi yang bisa diandalkan, pantas saja langit memusuhi. Jangankan bulan.
Pungguk, sesekali menangislah di depan cermin. Barangkali bayanganmu akan membuatmu tertawa.
Pesanku, jangan buang-buang air mata. Sembuhkan saja lukamu, kalau ia belum kering jangan mau dipaksa pulang ke hadapan langit. Namun, jangan takut dihujani sebab bisa jadi air matamu akan tersamar. Belajarlah menyerap cahaya matahari, supaya kau sirna dalam penerangan. Sesekali menghilanglah.. tak apa, kau sudah biasa menghilang dalam kerumun.
—Dinie Wicaksani