Genjrengan pertama,
Apa benar yang kutemukan adalah ketenangan..
genjerengan kedua,
Apa benar yang kutemukan adalah kedamaian..
Gigil tersudut sepi pada temaram senjakala, sedangkan ini masih pagi dan belum tentu semuanya bahagia. Sebab mentari sudah tiba namun luka belum sepenuhnya binasa. Ada aku dan gitarku yang tak punya senar satu. Bisa jadi pagi tidak lagi biru, serta malam tidak lagi kelabu. Sebab seluruhnya baru tak seperti asal mula kau dahulu.
Dan kemudian aku disebutnya perempuan dari neraka, sebab aku tak pernah ikut-ikutan berjejer dan bersujud di hadapan Tuhannya. Padahal aku selalu mengindahkan kasih sayang sesuai dengan ajarannya, tapi tetap saja aku adalah perempuan dari neraka. Yang tidak menutup tubuhnya dengan kain perca sebab aku perempuan dari neraka. Kemudian mereka menyandingkan aku dengan seluruh makhluk berdosa yang siap disiksa sampai binasa. Ya, ya, ya, ingat bahwa aku adalah makhluk dari neraka.
O, Tuhan! Sungguh! aku tak hendak mangkir dariMu tapi sudah kuupayakan bahwa umatmu menyebutku makhluk dari neraka bahkan tanpa pertimbanganmu. Di satukanlah aku bersama orang-orang yang membawa ajaranMu untuk mendapatkan keinginannya. Sedangkan aku, di sini merengkuhkan tubuhku tanpa sepengetahuan siapapun dan tetap dihujatkan berita pengirimanku ke neraka. Aku enggan mangkir, tapi dari sisa doa yang kupelajari waktu kecil. Aku akan bertaubat sekarang juga, dengan mencuci diri dari kepongahan. Atau setidaknya mencuci diri dari kemunafikan itu sudah lama kuamalkan. Bila nanti di surga sudah berdesakan oleh orang-orang yang sujud untukMu demi keinginan mereka, O, Tuhan. Aku sudi untuk ditempatkan di sisa ubin yang telah mereka injak-injak. Biar kelak, aku tak menua di neraka.
Genjrengan itu terdengar lagi,
Apa benar yang kutemukan adalah ketenangan?
Genjrengan itu terdengar lagi dan lagi,
Apa benar yang kutemukan adalah kedamaian?
Genjrengan yang terakhir, dan lampu mati.
Apa benar yang kutemukan adalah ketenangan..
genjerengan kedua,
Apa benar yang kutemukan adalah kedamaian..
Gigil tersudut sepi pada temaram senjakala, sedangkan ini masih pagi dan belum tentu semuanya bahagia. Sebab mentari sudah tiba namun luka belum sepenuhnya binasa. Ada aku dan gitarku yang tak punya senar satu. Bisa jadi pagi tidak lagi biru, serta malam tidak lagi kelabu. Sebab seluruhnya baru tak seperti asal mula kau dahulu.
Dan kemudian aku disebutnya perempuan dari neraka, sebab aku tak pernah ikut-ikutan berjejer dan bersujud di hadapan Tuhannya. Padahal aku selalu mengindahkan kasih sayang sesuai dengan ajarannya, tapi tetap saja aku adalah perempuan dari neraka. Yang tidak menutup tubuhnya dengan kain perca sebab aku perempuan dari neraka. Kemudian mereka menyandingkan aku dengan seluruh makhluk berdosa yang siap disiksa sampai binasa. Ya, ya, ya, ingat bahwa aku adalah makhluk dari neraka.
O, Tuhan! Sungguh! aku tak hendak mangkir dariMu tapi sudah kuupayakan bahwa umatmu menyebutku makhluk dari neraka bahkan tanpa pertimbanganmu. Di satukanlah aku bersama orang-orang yang membawa ajaranMu untuk mendapatkan keinginannya. Sedangkan aku, di sini merengkuhkan tubuhku tanpa sepengetahuan siapapun dan tetap dihujatkan berita pengirimanku ke neraka. Aku enggan mangkir, tapi dari sisa doa yang kupelajari waktu kecil. Aku akan bertaubat sekarang juga, dengan mencuci diri dari kepongahan. Atau setidaknya mencuci diri dari kemunafikan itu sudah lama kuamalkan. Bila nanti di surga sudah berdesakan oleh orang-orang yang sujud untukMu demi keinginan mereka, O, Tuhan. Aku sudi untuk ditempatkan di sisa ubin yang telah mereka injak-injak. Biar kelak, aku tak menua di neraka.
Genjrengan itu terdengar lagi,
Apa benar yang kutemukan adalah ketenangan?
Genjrengan itu terdengar lagi dan lagi,
Apa benar yang kutemukan adalah kedamaian?
Genjrengan yang terakhir, dan lampu mati.