Langsung ke konten utama

Tegur Sapa #1




Hallo, anak-anak Ibu Peri! Semoga kesehatan merengkuh tubuh kalian semua ya. Semoga kesadaran juga tenga berada dalam benak dan mengungkap pikiran kita semua, sehingga kebaikan terus menghampiri. Lalu masih adakah yang mengganjal dalam hati kalian?

Bulan puasa suda tiba-tiba nih, betapa cepatnya waktu bergulir dihadapan kita ya? Dengan begitu, saya ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi kawan-kawan yang menjalankan. Dan juga, saya ucapkan banyak terimakasih bagi kawan-kawan yang masih membaca dan menjadi pemirsa rutin blog ini. 

Antusiasme itu memberikan kekuatan yang telak bagi saya untuk terus berbagi perihal keseharian saya.

Nah, dalam postingan kali ini sebenarnya hanya untuk  menyapa para pengunjung blog. Masih ada beberapa cerita pendek yang akan diposting setelah ini, semoga cepat selesai, ya. Akhir-akhir ini jadwal menulis lepas agak padat hingga membuat semua daftar tulis mendadak tergeser, kemudian bukan lagi garapan sesuai dengan urutan pada daftar. Menyedihkan sekali. Huhu.
Namun, apalah daya. Menjadi penulis dengan bayaran menuntut saya belajar menjadi professional. Kemampuan saya benar-benar diuji. Barangkali, perihal ini bisa saya masukan menjadi topik tersendiri dalam blog esok hari, ya. Sebagai daftar tulis lagi. Hahahaha.

By the way, beberapa komentar menarik sudah Ibu Peri terima melalui email perihal cerbung Simposium Kereta episode terakhir. Isinya lebih banyak menyayangkan mengapa pada akhirnya sang putri menyerahkan dirinya lagi pada yang petani padahal sudah ditampar. Ada pula yang berkomentar bahwa cerita ini cukup menggelitik kewacanaan psikoanalisis perempuan, di mana bagaimanapun perempuan akan selalu termakan buaian kalimat cinta. Hal itu bahkan bisa ditilik melalui bagaimana perempuan menyukai hal yang bersifat memuja, katanya. Menarik sekali. Ibu Peri tidak menyangka, ada yang menelaah sejauh itu. Betapa bahagia melihat komentarnya!
Namun, ada juga yang memberikan kritik dan masukan segar untuk konten blog yang sudah tidak semenarik dulu. Kebanyakan cintanya, katanya. Bahkan ada yang bilang, Ibu Peri lagi jatuh cinta, katanya. Dari sanalah, saya melihat antusiasme yang tinggi dari pengunjung blog ini. Jadi, perkenankan saya untuk terus menulis dan meminta kritik kepada para pembaca semuanya agar tulisan saya terus berkembang dan layak untuk dibaca.

Satu lagi, menulis bagi saya ialah bernafas. Bernafas berarti melanjutkan kehidupan. Saya belajar menulis karena mengerti bahwa membaca tidak semudah memahami.

Selamat Hari Buku Nasional para pembaca! 


#marimenulis #marimembaca #maribanggajadikutubuku

Postingan populer dari blog ini

#OpiniRakyat Apa Mulai Dibatasi?

  Musabab tulisan ini tidak diperkenankan di upload oleh Ins**g*m, berkali-kali diunggah tapi gagal, dengan alasan adanya tagar opini rakyat, maka kita abadikan di sini saja.. "Anjirlah dibego-in negara lagi!" Celetuk kita di dalam hati, ketika membaca berita harian di sosmed. Makin hari, negara ini makin lucu ya? Mulai dari kebijakan-kebijakan ambisius yang penerapannya kurang jelas, korupsi, monopoli kekuasaan, sampai pada penindasan terhadap kebebasan berekspresi.  Kita bahkan sangsi, apakah nanti anak cucu kita masih akan mengalami keterpurukan semacam ini atau tidak. Yang jelas, negara telah menjanjikan kedaulatan dan kesejahteraan. Namun, dalam penerapannya, justru membuat rakyat hancur berkeping. Kenapa ya, dalam setiap rezim pemerintahan ini selalu terjadi? Gue jadi ingat sama pemikiran ahli logika modern, Bertrand Russel, tentang kepercayaan diri. Seseorang yang bodoh akan selalu percaya diri, sedangkan orang yang cerdas akan selalu ragu. Jika keduanya diberikan keku...

Yaje Buana

Denting jam terus berbunyi. Suara bising itu melengang. Deru mesin tik yang terus berbunyi kian lama kian mereda. Lembaran kertas usang berserakan di atas meja. Lenguh suara nafasnya mulai menderu. Ada raut kegelisahan pada air mukanya. Perlahan-lahan coretan demi coretan itu terus terseka pada kertas itu, semakin lama semakin penuh. Tak lama, ia berjingkat dari kursi kantornya. Kemudian berputar arah. Dari sudut yang lain, datang seorang perempuan menghampirinya. “Strategi pemulihan kota? Hahahaha!” Ucapnya sembari menjumput selembar dari kertas yang bersebaran itu. Tampak pada raut wajahnya sebuah ekspresi geli namun ada sedikit rasa iba pada sudut matanya. “Tak habis pikir, Pusara Wanta, seorang Kepala Bagian Perumusan Kerakyatan negara ini mulai kebingungan mencari cara.” Perempuan itu menghampirinya selangkah demi selangkah. Menyandingkan dirinya pada tubuh kekar berkemeja yang mulai lusuh itu. Pusara yang tengah membawa segelas kopi arabika membalikkan tubuhnya pad...

Jikalau Rindu Kadaluarsa

Entah dalam konteks apa, kepalaku tiba-tiba menangkap sinyal yang tak biasa. Seperti ingin mencari-cari hal yang telah hilang, atau sekedar mengorek sesuatu yang telah usang terkubur, kepalaku hingar menemukan pertanyaan yang cukup aneh. "Akankah rindu akan kadaluarsa?" Ya, memang terdengar seperti remaja labil yang sibuk melucuti kebodohannya sendiri dalam romantisme cinta monyet.  Terdengar seperti bayangan semu yang digurat secara sengaja, cinta monyet dan romantisme remaja itu seringkali membawanya pada rindu yang enggan berkesudahan, katanya.  Meskipun, tedeng alih seperti romantika teenlit khas generasi akhir 90-an, rindu yang jatuh pada keningku, mungkin mampu dirasakan oleh semua makhluk. Benar saja, sebab ini bukan sembarang rindu, tetapi rindu yang telah digariskan. Seperti garis nadi yang diciptakan melingkar pada tangan, rindu bisa saja jatuh dalam takdir yang sama. Seakan-akan terlihat tidak mampu ditolak, atau diacuhkan begitu saja. Rindu menjelma seperti rina...