Langsung ke konten utama

Surat dari Kakak pada Adiknya

Teruntuk adik-adik perempuanku, 
semoga kalian membaca surel ini dari rumah..

Berpuluh-puluh kilometer jarak tangan ini kembali berpelukan dengan udara
Jarak yang jauh, serta rindu yang semakin riuh
Sengaja ku kirimkan sebuah tulisan hangat dari jemari yang giat mengetik ini kepada kedua adikku yang jauh di pelupuk mata 




Dari sana, Dik, aku mengerti betapa kelam dunia di perantauan. Ingin sedikitnya aku bercerita, ketika kelam malam membasuh tubuh ini. Seringkali aku kelimpungan dan seperti hendak jatuh. Ada kuasa dalam diriku yang seperti tidak mau dipaksakan untuk tenang dan diam. 
Tepatnya adalah hati.
Ia seperti gaduh dan hendak copot. Seringkali pula pada siang hari, aku merasa sendiri dalam keramaian. Sendiri dalam butiran peluh setiap kali aku hendak menyebrangi batas diriku sendiri. Aku seperti kelimpungan dan kehilangan arah. Tidak ada pedoman, maupun acuan yang jelas bagaimana dayaku harus berpijak. Sebab aku sendiri di sini, tanpa dukungan orang-orang yang aku cintai. 
Aku tak mampu melihat kedua adikku beranjak remaja dan menjadi kakak yang baik seperti pada umumnya. Menjadi tempat bercerita dan berkeluh kesah dengan canda. Menyaksikan tubuhmu bertumbuh dengan tanpa suatu cacatpun. Menjejali bacaan-bacaan teenlit atau sekedar buku-buku pengantar filsafat atau kewacanaan. Membantu ayah dan ibu kita menjadi contoh pasti seorang patron putri pertama dalam keluarga. 
Aku tahu, sayang. Ini cukup berat menjadikan diri ini terus jauh dari keluarga. Aku tahu betul, Sayang. Betapa hangatnya pelukan ayah dan ibu ketika malam dengan seronok membelai hangat tubuh kita saat di atas peraduan gigil kasur. Betapa hangatnya sup kaldu ayam buatan ibu, atau betapa enaknya masakan yang seringkali ibu buat ketika kita masih satu atap. Maafkan kakakmu ini, tulisan ini cukup haru. Dan aku melelehkan air mata menuliskannya untuk kalian. (Hehehehe! Maafin gue alay)
Sayang, menjadi perempuan ialah bukan perkara yang mudah. Perempuan ialah anugerah paling baik yang diberikan Tuhan pada satu keluarga. Kalian harus mengerti betapa membanggakannya memiliki ibu seperti ibu kita. Ia adalah perempuan paling membanggakan dari yang pernah kita kenal. 
Menjadi perempuan ialah suatu tanggung jawab pasti. Barangkali, kalian akan mengertinya pada saat nanti ketika kematangan dirimu sudah mulai berangsur baik. Yang perlu kalian tahu adalah sampai saat ini masih banyak perempuan-perempuan yang tertindas, ia dimakan oleh dirinya sendiri. Masih banyak perempuan yang dibudakkan oleh perannya sendiri, menjadi pelayan dan pekerja tanpa dibayar. 
Pesanku hanya satu, jangan sampai kalian lengah dan mau dikibuli laki-laki!
Jadilah perempuan yang baik dan kritis, jangan mau nurut terus menerus. 
Selagi kau masih bisa berpikir maka kau bebas. 
Jangan kau ikuti kakakmu ini yang masih mencintai laki-laki yang bukan jodohnya. (Hehehehe😆)
Sayang, masa demi masa pasti akan kalian lewati. Perpindahan tempat dari satu ke yang lainnya, ialah perjalanan. 
Kalian pasti ingat ceritaku tentang bintang sirius? 
Sirius adalah bintang paling terang dari semua rasi bintang yang ada di Galaksi Bimasakti. Bintang Sirius menerangi jagad raya dengan sepenuh hati. Namun, karena sinarnya sangat terang maka cepat habis pulalah dayanya. 
Pendarnya semakin redup, lalu ia akan hilang ditelan kegelapan. 
Perlahan-lahan, kalian harus bisa sama seperti Sirius, jadilah penerang bagi sekitarmu. Meskipun pengorbanannya banyak, kalian akan dikenang oleh masa. Mengertikah kalian?

 Sebenarnya banyak hal yang ingin aku ceritakan pada kalian. Namun, hari masih panjang. Masih banyak waktu bagi kita untuk bersua dan bercanda. 

Sayang, belajarlah dengan rajin. Bacalah setiap buku yang kalian punya. 
Kalian musti tahu, semakin kalian beranjak dewasa maka semakin banyak kebingungan yang akan kalian dapatkan bila kalian tidak punya bekal. 

Demi Tuhan, tiada kakak yang menginginkan adiknya tersesat dalam kebodohan. 
Tiada seorang kakak pun yang mau memberikan contoh yang buruk pada adiknya. 
Maka, belajarlah dan kenali diri kalian masing-masing. 
Resapi setiap kata demi kata apa yang guru kalian katakan. 
Dengarkan setiap omelan ayah dan ibu dengan baik, karena kalian akan merindukan semua hal itu ketika kalian sedang merantau. Sungguh kalian akan merindukannya!

Sayang, ayah dan ibu ialah pelita bagi seluruh hidup anak-anaknya. 
Rawat mereka dengan baik dan mulia. jangan lupakan mereka sedetik pun, mereka ialah pahlawan dalam hidup kita. Jangan pernah sekalipun kalian berniat untuk meninggalkannya, bahkan sedetikpun. 

Kalian musti tahu, benar-benar menyakitkan ketika kita melihat kedua orang tua kita semakin bertambah tua tanpa bisa mendampingi hari-harinya. Jadi, jagalah mereka!


Tunggu, tiada seorang kakak yang ingin membuat adiknya menangis. Jadi, jangan menangisi tulisan ini. 



Semoga langit dan bumi terus menjaga kalian
Sepenuh hati


dari panteis yang berseri-seri,
Kakakmu

Postingan populer dari blog ini

#OpiniRakyat Apa Mulai Dibatasi?

  Musabab tulisan ini tidak diperkenankan di upload oleh Ins**g*m, berkali-kali diunggah tapi gagal, dengan alasan adanya tagar opini rakyat, maka kita abadikan di sini saja.. "Anjirlah dibego-in negara lagi!" Celetuk kita di dalam hati, ketika membaca berita harian di sosmed. Makin hari, negara ini makin lucu ya? Mulai dari kebijakan-kebijakan ambisius yang penerapannya kurang jelas, korupsi, monopoli kekuasaan, sampai pada penindasan terhadap kebebasan berekspresi.  Kita bahkan sangsi, apakah nanti anak cucu kita masih akan mengalami keterpurukan semacam ini atau tidak. Yang jelas, negara telah menjanjikan kedaulatan dan kesejahteraan. Namun, dalam penerapannya, justru membuat rakyat hancur berkeping. Kenapa ya, dalam setiap rezim pemerintahan ini selalu terjadi? Gue jadi ingat sama pemikiran ahli logika modern, Bertrand Russel, tentang kepercayaan diri. Seseorang yang bodoh akan selalu percaya diri, sedangkan orang yang cerdas akan selalu ragu. Jika keduanya diberikan keku...

Yaje Buana

Denting jam terus berbunyi. Suara bising itu melengang. Deru mesin tik yang terus berbunyi kian lama kian mereda. Lembaran kertas usang berserakan di atas meja. Lenguh suara nafasnya mulai menderu. Ada raut kegelisahan pada air mukanya. Perlahan-lahan coretan demi coretan itu terus terseka pada kertas itu, semakin lama semakin penuh. Tak lama, ia berjingkat dari kursi kantornya. Kemudian berputar arah. Dari sudut yang lain, datang seorang perempuan menghampirinya. “Strategi pemulihan kota? Hahahaha!” Ucapnya sembari menjumput selembar dari kertas yang bersebaran itu. Tampak pada raut wajahnya sebuah ekspresi geli namun ada sedikit rasa iba pada sudut matanya. “Tak habis pikir, Pusara Wanta, seorang Kepala Bagian Perumusan Kerakyatan negara ini mulai kebingungan mencari cara.” Perempuan itu menghampirinya selangkah demi selangkah. Menyandingkan dirinya pada tubuh kekar berkemeja yang mulai lusuh itu. Pusara yang tengah membawa segelas kopi arabika membalikkan tubuhnya pad...

Jikalau Rindu Kadaluarsa

Entah dalam konteks apa, kepalaku tiba-tiba menangkap sinyal yang tak biasa. Seperti ingin mencari-cari hal yang telah hilang, atau sekedar mengorek sesuatu yang telah usang terkubur, kepalaku hingar menemukan pertanyaan yang cukup aneh. "Akankah rindu akan kadaluarsa?" Ya, memang terdengar seperti remaja labil yang sibuk melucuti kebodohannya sendiri dalam romantisme cinta monyet.  Terdengar seperti bayangan semu yang digurat secara sengaja, cinta monyet dan romantisme remaja itu seringkali membawanya pada rindu yang enggan berkesudahan, katanya.  Meskipun, tedeng alih seperti romantika teenlit khas generasi akhir 90-an, rindu yang jatuh pada keningku, mungkin mampu dirasakan oleh semua makhluk. Benar saja, sebab ini bukan sembarang rindu, tetapi rindu yang telah digariskan. Seperti garis nadi yang diciptakan melingkar pada tangan, rindu bisa saja jatuh dalam takdir yang sama. Seakan-akan terlihat tidak mampu ditolak, atau diacuhkan begitu saja. Rindu menjelma seperti rina...