Aku ialah kata-kata, Kau ialah kertasnya, serta Tuhan ialah penulisnya.
Kita melangkah pada setiap halaman demi halaman.
Tuhan menuliskan kisah yang indah.
Hingga sampai pada akhir halaman, Tuhan berhenti menuliskan cerita kita.
Ia kemudian menuliskan kalimat terakhirnya.
"Tak akan ada yang bisa melawan waktu, setidaknya kalian telah mencintai seberapa lama waktunya".
Epitaf itu seakan-akan menyudutkanku. Sesungguhnya, cerita kita bermula pada kata-kata yang mencintai kertas usang. Lalu kuasa penulis mulai bercerita hari demi hari hingga halaman demi halaman.
Pada halaman paling akhir, hanya berisi satu garis titik-titik yang panjang.
Apa yang kau tuliskan pada halaman terakhir?
"Air matamu, ku kumpulkan menjadi satu."
Jawabnya lirih.
—Dinie Wicaksani
Purwokerto, 03 April 2017
Kita melangkah pada setiap halaman demi halaman.
Tuhan menuliskan kisah yang indah.
Hingga sampai pada akhir halaman, Tuhan berhenti menuliskan cerita kita.
Ia kemudian menuliskan kalimat terakhirnya.
"Tak akan ada yang bisa melawan waktu, setidaknya kalian telah mencintai seberapa lama waktunya".
Epitaf itu seakan-akan menyudutkanku. Sesungguhnya, cerita kita bermula pada kata-kata yang mencintai kertas usang. Lalu kuasa penulis mulai bercerita hari demi hari hingga halaman demi halaman.
Pada halaman paling akhir, hanya berisi satu garis titik-titik yang panjang.
Apa yang kau tuliskan pada halaman terakhir?
"Air matamu, ku kumpulkan menjadi satu."
Jawabnya lirih.
—Dinie Wicaksani
Purwokerto, 03 April 2017