Batas antara fana dan nyata tiada lagi berguna. Ia tipis seperti kertas usang di atas meja. Seharusnya, yang fana tentunya tak nyata, dan yang nyata barangkali hanya sementara.
Namun, beberapa hari ini imajinasi mengurungkan niat untuk menyetujui pernyataan itu.
"Yang fana akan nyata."
Berawal dari keinginan diri untuk belajar menulis. Inspirasi mengumpulkan dirinya untuk merangkai peristiwa-peristiwa yang saya tulis. Salah satunya tentu imajinasi. Imajinasi ialah suatu bentuk khayalan berupa kejadian maupun rangkaian rupa yang berkenaan dengan panca indera. Seringkali, tulisan-tulisan ini berpacu pada (barangkali) keahlian saya dalam berimajinasi. Tentunya imajinasi ini tercipta dalam kesadaran penuh otak hingga terangkai menjadi alur sebuah cerita. Menjadi seorang penulis merupakan harapan lama bagi saya yang entah kapan dan di mana saya dinobatkan demikian. Saya tetap sedang belajar menulis. Dalam hal ini, penciptaan alur sebuah cerita memerlukan intensitas imajinasi yang sistematis. Apalagi gaya kepenulisan saya (yang dominan) ialah fiksi imajiner. Pengembangan inspirasi melalui imajinasi merupakan sebuah hal yang menyenangkan. Bagi saya, titik terindah sebuah gambaran visual ialah pada imajinasi. Tentunya sebelum gambaran ini merambah hingga sketsa maupun alur cerita.
Bila teman-teman baca cerpen saya yang berjudul Imaji Monster, tentunya sepakat bila apa yang saya tuliskan di dalamnya baik latar tempat maupun tokohnya ialah tidak nyata. Tapi saya mencoba untuk mengadaptasi bagaimana yang nyata dalam dunia manusia, misalnya ialah adanya tentang kekuasaan atau mungkin bentuk fisiologi manusia di mana tokoh monster tetap memiliki mata untuk melihat dan yang lainnya. Hal inilah yang mungkin dapat menjelaskan pernyataan saya pada awal, bahwa dalam dunia kepenulisan fiksi yang fana ialah nyata. Betul, dunia kepenulisan fiksi.
Nah, hal inilah fungsi imajinasi dalam dunia kepenulisan fiksi menjadi suatu yang penting dalam pengembangan inspirasi. Misalnya, dalam Prosa Perempuan Pembawa Pot Bunga yang saya tulis tempo lalu, saya terinspirasi oleh sebuah lukisan tembok pada sebuah ruang sekretariat sebuah UKM tempat saya berproses. Saya menerka lukisan ini ialah perempuan dengan sebuah pot berbunga, lalu di dalamnya munculah kemudian isu-isu perempuan dalam prosa tersebut. Lalu, alur cerita maupun tokoh-tokoh dalam prosa tersebut tidak lain ialah imajiner. Padahal ketika saya tanyakan apa maksud dari lukisan tersebut ialah tentang perempuan yang sedang membawa kendi berisi air minum. Demikianlah kekuatan imajinasi.
Lalu bagaimana caranya mengasah imajinasi?
Barangkali, saya akan sedikit cerita. Imajinasi sudah lekat dengan kehidupan saya semenjak kecil. Seringkali di waktu kecil, saya terjaga dari separuh tidur di sepertiga malam hanya untuk menunjuki sudut ruangan yang tak ada siapapun dan apapun. Namun, saya selalu berteriak bahwa ada seseorang di sana. Hal tersebut selalu terjadi sedari umur saya menginjak ketiga tahun. Sedikit mistis memang. Seringkali, saya memandangi langit-langit kamar dan melihat ada ratusan hewan sedang berkumpul dan berbincang. Itu hal yang lucu. Terkadang, saya sering tertawa melihat tingkah hewan itu ketika ibu saya telah pulas tertidur. Dunia Dini kecil memanglah sungguh aneh. Hahahahaha!
Kemudian, usia demi usia saya lalui hingga sekarang. Penglihatan itu semakin menjadi. Betul, sesuatu terlihat oleh mata saya namun orang-orang berdaulat bahwa tiada sesiapa di sana. Sesuatu itu seperti bayangan yang berada di mana-mana. Terkadang mereka berbicara, terkadang diam dan tersenyum. Terkadang hanya terbang. Ataupun diam pada satu sudut ruangan.
Entahlah hingga tulisan ini saya publish pun, saya masih dapat melihat mereka berdiri di sisi kiri jendela tempat saya mengetik.
Terkadang, saya terinspirasi oleh keberadaan mereka. Bila teman-teman baca Cerpen saya yang berjudul Rasuk, serta beberapa bait puisi-puisi yang saya tulis dalam blog ini. Misalnya ialah puisi yang berjudul Glundung Pencengis. Saya percaya, keberadaan "mereka" menjadikan inspirasi kecil yang dapat saya kembangkan menjadi imajinasi.
Bahkan bukan hanya inspirasi teruntuk tulisan, seringkali saya menggambar bentuk-bentuk unik "mereka" ketika berada di kelas. (Kalau ini jangan di contoh!)
Demikianlah kekuatan imajinasi bagi kehidupan saya.
Akhir-akhir ini, saya tengah menggilai sebuah alur cerita yang saya dapatkan dari mimpi. Betul, mimpi dalam tidur pada malam hari. Saya dapat melihat dengan jelas seluruh kejadian yang ada dalam mimpi tersebut. Saya merasa hidup dalam mimpi tersebut. Kebahagiaan mendera! Sebab inspirasi datang bahkan tanpa melalui proses pengembangan. Barangkali nanti, saya akan sedikit bercerita tentang mimpi ini.
Lucid dream, demikian yang terjadi dalam tidur saya malam itu. Lucid dream ialah mimpi yang terjadi dengan kontrol otak si pemimpi. Hal ini terjadi ketika si pemimpi melalui tidurnya namun otaknya masihlah terjaga. Lucid dream merupakan salah satu bentuk penggambaran imajinasi alam bawah sadar manusia. Dengan lucid dream, kita dapat mengontrol peristiwa yang terjadi dengan kehendak otak. Ada perbedaan mendasar pada lucid dream dengan mimpi biasa. Ketika seseorang mengalami lucid dream maka seluruh kejadian masih akan teringat ketika seseorang tersebut terjaga. Berbeda dengan mimpi biasa, semakin lama seseorang terbangun dari tidurnya maka semakin sedikit ingatan pada mimpi yang terjadi.
Awalnya, saya sangsi dengan fenomena lucid dream ini. Lantas saya mencobanya sendiri. Dengan alih-alih membaca panduan pada blog-blog di internet. Saya mengikuti setiap fase yang ditulis. Dari relaksasi hingga masuk ke dalam dunia mimpi. Anehnya, saya merasakan kesadaran penuh akan apa yang terjadi. Dalam panduan, saya akan mengalami fase sleep paralysis di mana seluruh bagian tubuh akan lumpuh sementara namun otak masih setengah sadar. Hal tersebut betul-betul terjadi, saya merasa kaki dan tubuh terasa berat dan saya seperti melihat bayangan hitam di atas tubuh saya. Dalam panduan pula, saya akan mengalami fase black out di mana saya akan terdampar pada suatu ruangan hitam yang tiada ujungnya lalu setelah beberapa lama panca indera saya dalam dunia mimpi tersebut mulai aktif. Dan lagi, hal itu betul-betul terjadi. Saya merasa dengan kesadaran penuh berdiri pada sebuah ruangan yang semuanya hitam. Tiba-tiba saya merasakan dingin pada seluruh tubuh saya, serta ruangan itu berubah menjadi biru muda secara perlahan. Tubuh saya mulai terangkat. Akhirnya saya melayang. Lalu, air mulai terisi hingga membuat saya melayang di bawah permukaan air. Saya berenang di lautan dengan koral dan ikan-ikan yang sangat indah. Tiada dapat saya jelaskan betapa indahnya dasar lautan dalam lucid dream malam itu. Saya bermain bersama ikan-ikan, kemudian airnya bercahaya seperti kilauan berlian yang indah. Sungguh membahagiakan! Sampai hingga saya mengetik tulisan ini, saya masih ingat betapa bahagianya diri saya berenang dalam lautan indah tersebut. Setiap alurnya masih jelas teringat. Hingga pada suatu ketika saya menginginkan sebuah ikan pari berenang ke arah saya lalu ikan pari itu berada tepat di atas tubuh saya. Ini betul-betul lucid dream!
Hahahahaha! Betapa menggembirakan bukan apabila sesuatu yang kita inginkan di dunia nyata akan terwujud walau dalam mimpi.
Ya, saya ialah si pemimpi!
Sayalah si oneironaut itu!
Sebagai seorang yang mencintai dunia kepenulisan fiksi, tentunya hal ini mendorong saya untuk berkarya lebih lanjut. Dengan fenomena-fenomena yang saya alami tadi. Akhirnya dapat menjelaskan bagaimana saya mencintai otak saya dengan imajinasi-imajinasi di dalamnya.
Kita tak akan pernah tahu apa yang terjadi dan menjadi latar belakang apabila tidak mencarinya. Barangkali, dunia Dini ialah dunia yang aneh dan berbeda. Saya mencintai imajinasi saya, segala yang saya bayangkan hingga apa yang saya pikirkan. Kebebasan berpikir tentunya, kemerdekaan apalagi yang kita miliki sekarang ini selain kebebasan berpikir? Hal tersebut saya wujudkan melalui kecintaan saya terhadap seni.
Perihal mimpi, saya tak pernah sangsi dengan apa yang saya alami. Biarlah seluruhnya melebur menjadi catatan jiwa. Banyak hal-hal yang tak kita ketahui di dunia ini. Manusia hanyalah makhluk yang kecil dan tak tau apa-apa, yang ia tahu hanyalah asumsinya sendiri. Bila harapan ialah mimpi lama yang tak terwujud, biarlah dalam lucid dream saya wujudkan. Biarlah saya mendamaikan hidup ini dengan ketiadaan tumpukan harapan-harapan yang belum terwujud. Menjadi manusia yang mengalir apa adanya tanpa target hidup yang tinggi, namun tetap dengan perencanaan dan cara penataan yang matang. Kita dianugerahi sebongkah otak yang canggihnya melebihi telepon pintar, setidaknya dengan logika kita dapat membatasi mana yang fana dan nyata.
Lalu, apakah teman-teman "tak kasat mata" yang saya lihat selama ini pun hanyalah imajinasi?
Akankah "mereka" juga bagian dari apa yang saya sebut yang fana akan nyata?
Entahlah, saya pun masih mencari. Yang terpenting, perilaku mereka sejauh ini masih bersahabat. Kita sama-sama hidup dalam dimensi, walaupun berbeda.
Lalu, apakah kalian terjerembab pada kenyataan yang fana? Seperti yang sedang dicintai dengan penuh kepura-puraan? Cinta itu ada tapi sebetulnya tiada. Nyatanya kau dicintai, namun sebetulnya cinta itu tiada.
Hahahahaha!
Kembangkan imajinasimu.
Damaikan jiwamu.
Dinie Wicaksani,
Bogor, 31 Januari 2017