Langsung ke konten utama

Nokturnal

Sebenarnya, sebelum aku menulis ini. Aku bertemu dengan seorang pemulung tua yang membawa sekarung kardus berjalan melewati depan mataku. Aku terkaget bukan kepalang, bagaimana tidak. Jam tanganku sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam, sedangkan pemulung itu masih sempat berkeliling mencari kardus bahkan sampai kedalam kampus, tempat di mana aku menulis tulisan ini. 


Malam mengadu nasibnya, bersama kelap-kelipnya lampu jalanan yang sebentar lagi mulai redup.
Mataku masih mendongak ke atas langit, mengharapkan suatu bintang jatuh.
Ingin rasanya ku bunuh jarum jam yang berdetak tiap malam, agar rasa kantuk menyelimuti tidur panjangku. 

Malam masih berdialegtika dengan tujuan-tujuan penulis amatir yang memantabkan hatinya.
Aku bingung, mengapa aku tak bisa seperti mereka yang dapat konsekuensi dengan tulisannya sendiri. Apa ada yang salah dengan ku?
Malam juga enggan sirna, detak-detak jarum jam membuatku tak berhenti mengetik ini.
Semburat lampu-lampu yang mulai redup pun tak serta merta-merta membuatku ngantuk.

Ah, mungkin ini hanya perasaanku saja.
Malam.
Terimakasih membuatku menjadi aktif.

Kata nokturnal mungkin sering kau dengar. Benar, hewan yang aktif di malam hari. Akan erat kaitannya jika kita menghubungkannya dengan teori Darwin yang berkata bahwa manusia adalah hewan yang berpikir.
Jika memang demikian,  betulkah jika manusia juga nokturnal?
Bagiku, tentu saja. Otak manusia betul-betul aktif di malam hari. 
Dan begitu banyak orang mencari makan di malam hari.
Ada sebuah kisah. 

Tentang seorang pemulung tua renta yang hidup di sekitar kampus. Ia berjalan susah payah dengan karung berisi puluhan kardus di punggungnya. Kau tahu bagaimana beratnya puluhan karung yang dijadikan satu sedangkan kau tahu usianya tak lagi muda. Melihatnya membawa karung yang besarnya lebih dari tubuhnya tersebut sontak membuatku kaget, aku tak lagi konsen pada email-email dan pekerjaan yang harus kuselesaikan malam ini juga. Aku benar-benar terkejut, karena memang situasi kampus benar-benar sepi. Bukan hal biasa apabila di tengah malam seperti ini aku berjumpa dengan sosok tak kasat mata. Gerak reflekku teruji, aku sempat mengelus dadaku sendiri karena terkejut bukan kepalang. Pemulung itu senyum padaku. Ya Tuhan, baik sekali.
Setelah ia berjalan beberapa langkah ia kembali menyapaku.

"Sendirian, Mbak? Hati-hati sudah malam. Hehe." 
Keramah tamahan ini membuatku iba, aku hanya diam dan tersenyum. Oh barangkali aku sempat membalasnya dengan senyuman dan menunjukkan gigi gerahamku.
Aku tak lagi berpikir tentang hantu-hantu yang berkeliaran di kampus. Ia betul-betul hidup dan nyata. Membawa sekarung berisi berbagai kardus bekas. Demi mempertahankan kehidupannya di esok pagi. Mungkin bukan hanya hidupnya, tapi juga isteri dan anaknya. Ah, mungkin bukan hanya itu saja. Mungkin juga cucu-cucunya. Sungguh luar biasa.

Ini membuktikan bahwa teori Darwin benar, bahwa manusia adalah hewan yang berpikir. Dengan begitu ia akan aktif di malam hari. Sebenarnya bukan hanya di malam hari saja, tetapi keadaan yang membuatnya begitu. Mungkin pemulung itu harus mengumpulkan di malam hari karena memang di siang hari pemulung tidak bebas untuk mencari kardus. Aku tidak berkata bahwa si pemulung itu mencuri, namun memang fakta sosial berkata bahwa pemulung lebih banyak mencuri dibandingkan "mengambil" barang bekas. 

Jadi, sadarkah diantara berjuta-juta manusia yang terlelap di malam hari. Ada sebagian manusia yang berusaha menyambung hidupnya, bukan hanya karena ingin bergadang. Tetapi suatu tuntutan hidup, bahwa di siang hari pun tak dapat lagi bisa menutup kebutuhannya. 

Malam, sampai jumpa dimalam yang berikutnya. Salamku untukmu, Pemulung Tua. Semangat dan keramahanmu akan terus hidup dalam tulisan ini.

Postingan populer dari blog ini

#OpiniRakyat Apa Mulai Dibatasi?

  Musabab tulisan ini tidak diperkenankan di upload oleh Ins**g*m, berkali-kali diunggah tapi gagal, dengan alasan adanya tagar opini rakyat, maka kita abadikan di sini saja.. "Anjirlah dibego-in negara lagi!" Celetuk kita di dalam hati, ketika membaca berita harian di sosmed. Makin hari, negara ini makin lucu ya? Mulai dari kebijakan-kebijakan ambisius yang penerapannya kurang jelas, korupsi, monopoli kekuasaan, sampai pada penindasan terhadap kebebasan berekspresi.  Kita bahkan sangsi, apakah nanti anak cucu kita masih akan mengalami keterpurukan semacam ini atau tidak. Yang jelas, negara telah menjanjikan kedaulatan dan kesejahteraan. Namun, dalam penerapannya, justru membuat rakyat hancur berkeping. Kenapa ya, dalam setiap rezim pemerintahan ini selalu terjadi? Gue jadi ingat sama pemikiran ahli logika modern, Bertrand Russel, tentang kepercayaan diri. Seseorang yang bodoh akan selalu percaya diri, sedangkan orang yang cerdas akan selalu ragu. Jika keduanya diberikan keku...

Yaje Buana

Denting jam terus berbunyi. Suara bising itu melengang. Deru mesin tik yang terus berbunyi kian lama kian mereda. Lembaran kertas usang berserakan di atas meja. Lenguh suara nafasnya mulai menderu. Ada raut kegelisahan pada air mukanya. Perlahan-lahan coretan demi coretan itu terus terseka pada kertas itu, semakin lama semakin penuh. Tak lama, ia berjingkat dari kursi kantornya. Kemudian berputar arah. Dari sudut yang lain, datang seorang perempuan menghampirinya. “Strategi pemulihan kota? Hahahaha!” Ucapnya sembari menjumput selembar dari kertas yang bersebaran itu. Tampak pada raut wajahnya sebuah ekspresi geli namun ada sedikit rasa iba pada sudut matanya. “Tak habis pikir, Pusara Wanta, seorang Kepala Bagian Perumusan Kerakyatan negara ini mulai kebingungan mencari cara.” Perempuan itu menghampirinya selangkah demi selangkah. Menyandingkan dirinya pada tubuh kekar berkemeja yang mulai lusuh itu. Pusara yang tengah membawa segelas kopi arabika membalikkan tubuhnya pad...

Jikalau Rindu Kadaluarsa

Entah dalam konteks apa, kepalaku tiba-tiba menangkap sinyal yang tak biasa. Seperti ingin mencari-cari hal yang telah hilang, atau sekedar mengorek sesuatu yang telah usang terkubur, kepalaku hingar menemukan pertanyaan yang cukup aneh. "Akankah rindu akan kadaluarsa?" Ya, memang terdengar seperti remaja labil yang sibuk melucuti kebodohannya sendiri dalam romantisme cinta monyet.  Terdengar seperti bayangan semu yang digurat secara sengaja, cinta monyet dan romantisme remaja itu seringkali membawanya pada rindu yang enggan berkesudahan, katanya.  Meskipun, tedeng alih seperti romantika teenlit khas generasi akhir 90-an, rindu yang jatuh pada keningku, mungkin mampu dirasakan oleh semua makhluk. Benar saja, sebab ini bukan sembarang rindu, tetapi rindu yang telah digariskan. Seperti garis nadi yang diciptakan melingkar pada tangan, rindu bisa saja jatuh dalam takdir yang sama. Seakan-akan terlihat tidak mampu ditolak, atau diacuhkan begitu saja. Rindu menjelma seperti rina...